Pengertian Kewirausahaan Menurut Agama islam Adalah? Ini Jawabannya



Pada umumnya, masyarakat menganggap wirausaha sinonim atau sama saja dengan pengusaha atau pedagang. Pengusaha yang hebat, yang berhasil berarti wirausaha yang hebat, yang unggul dan tentunya berhasil. Anggapan masyarakat itu banyak benarnya namun untuk keperluan pembinaan dan pengembangan yang sistematis, operasional, dan berjenjang ada baiknya digunakan pengertian yang lebih tajam.

Persamaan dan perbedaan antara pengusaha (pedagang), wirausaha, pekerja bebas perlu diketahui agar sasaran perlakuan, pembinaan, dan pengembangan menjadi jelas. Pengusaha (pedagang), pekerja bebas atau wirausaha kesemuanya adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha (bisnis).

Pekerja bebas adalah orang yang melakukan suatu usaha yang mandiri atau tanpa majikan tetapi tidak berorientasi untuk memperoleh keuntung- an, seperti tukang cukur, dokter, akuntan, notaris, dan petani. Kegiatan mereka bukan pedagang, atau pengusaha tetapi profesional atau malahan sekadar orang berusaha mencari nafkah. Pendapatan yang diperolehnya adalah honorarium, balas jasa profesional, atau sekadar rezeki.

Namun demikian, bila beberapa tukang cukur yang bekerja bersama-sama dalam suatu ruangan, maka koordinatornya yang biasanya adalah pemasok modal utama bukan lagi sekadar pekerja bebas, tetapi “pengusaha”, karena di situ telah berlangsung proses perusahaan; dari uang jasa cukur, tukang cukur mendapat bagian sekian persen, selebihnya digunakan untuk sewa tempat, bayar listrik, dan lain-lain.

Demikian juga “praktik dokter bersama/kldinik”, dokter yang mengoordinasikan atau yang menjadi partner dalam kerja sama tersebut masuk kategori pengusaha walaupun dalam praktiknya kalangan dokter kurang menyukai kategori ini.

Malahan seorang pedagang asongan dapat disebut seorang pengusaha kalau dia yang menanggung risiko untuk rugi usaha tersebut walaupun omzetnya dalam seminggu kemungkinan besar jauh lebih kecil dari penerimaan perhari seorang dokter yang membuka praktik profesional.

Istilah “wiraswasta” yang sebelumnya lebih sering dipakai dari istilah “wiraswasta” sebagai padanan kata entrepreneur akan lebih mudah dipahami dengan menguraikan istilah tersebut. Arti kata Sanskerta dari wiraswasta menurut Salim Siagian dan Asfahani (1995) adalah:

Wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan atau pejuang
Swa berarti sendiri
Sta berarti berdiri
Swasta berarti”berdiri di atas kaki sendiri “atau dengan kata lain: “berdiri di atas kemampuan sendiri”.

Day, John, Reynald, Pane, Lancaster, Geoff (2006) dalam Saban Echdar (2013), menyatakan kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemampuan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Inti dari kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different thing).

Menurut Caarson and Cromie (2008) dalam Saban Echdar (2013), menyatakan keriwausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi, dan kebe- ranian menghadapi risiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru. Menurut Inpres RI No. 4 Tahun 1995 dalam Saban Echdar (2013):

“Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan sese- orang dalam menangani usaha dan/atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.”

Pengertian Kewirausahaan Adalah?

Dengan demikian, “wiraswasta/wirausaha” berarti pejuang yang gagah, luhur, berani, dan pantas jadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan: keberanian mengambil risiko, kreativitas dan inovatif, keteladanan dalam menangani usaha atau perusahaan dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.

Batasan atau definisi tersebut di atas akan lebih jelas jika dilengkapi dengan penjelasan tentang kandungan maknanya satu per satu disertai dengan program pemasyarakatan dan pembudayaan. Namun demikian, tanpa penjelasan tambahan itu pun persepsi kita tentang ciri-ciri dan cara-cara kewirausahaan itu sudah akan mulai terbayang dan tergambar terutama dengan mengamati dan menganalisis ciri-ciri yang tecermin serta langkah-langkah yang dilakukan oleh para wirausaha.

Mengikuti alur pengertian dan pemahaman akan arti kewiraswastaan atau kewirausahaan dari terjemahan bahasa sanskerta serta semangat yang terkandung di dalamnya tentunya sangat baik dan dapat mendorong produktivitas kerja dalam bidang ekonomi.

Tanpa batasan-batasan dan sentuhan ajaran spiritual keagamaan sebagai unsur pengendalian aktivitas yang dilakukan akan menjurus kepada tindakan hedonisme, liberalisasi, kapitalisasi ekonomi seperti apa yang berlangsung sekarang ini.

Konsekuensi dari pengamalan ajaran seperti itu akan menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap kehidupan dan kesejahteraan perekonomian masyarakat. Sebagai akibat dari pelaksanaan karakter bisnis konvensio- nal. Sebagai lanjutan dari sistem ini menimbulkan ketidakstabilan antara nilai materialisme dan spiritualisme.

Secara nyata akibat dari praktik wirausaha konvensional, antara lain, karyawan terpusat dan dimiliki oleh sekelompok kecil para konglomerat, tingginya tingkat inflasi, pengangguran semakin meningkat, dan kemiskinan yang semakin mendunia serta ketimpangan ekonomi yang semakin menggurita antara kelompok elite dan kelompok rakyat kecil yang miskin dalam suatu masyarakat maupun di berbagai negara di dunia ini.

Kewirausahaan Menurut Agama Islam Adalah?

Ketimpangan-ketimpangan dan kesulitan seperti digambarkan di atas karena sistem kewirausahaan yang dilaksanakan tidak dilakukan atas dasar paradigma yang memandang manusia sebagai makhluk utuh yang memiliki kebutuhan materiel dan spiritual.

Kebahagiaan manusia sangat tergantung pada pemenuhan dua kebutuhan tersebut secara seimbang. Untuk kembali dapat mewujudkan keseimbangan kebutuhan materiel dan spiritual, kita rumuskan kebijaksanaan operasional kewirausahaan berlandaskan pemahaman dan pengertian Islam, sebagaimana firman Allah dan Hadis Rasulullah SAW berikut ini:

Firman Allah SWT al-Qur’an Surah al-Qashash (28), ayat 77, yang artinya:

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepada mu (kebahagiaan) untuk negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, orang-orang yang berbuat kerusakan,”

Di samping firman Allah SWT pada ayat tersebut, Rasulullah SAW dengan maksud yang sama, bersabda:

“Bekerjalah untuk duniamu, seakanakan engkau hidup selama-lamanya. Bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari.”



Firman Allah SWT dan Hadis Rasulullah tersebut di atas menganjurkan umat Islam untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak bergantung pada kebijaksanaan pihak lain. Dengan demikian, berarti pula bahwa Islam tidak hanya memenuhi kebahagiaan rohani, kebahagiaan jiwa dan kebahagiaan spiritual, yang semuanya menuju satu kebahagiaan hidup di alam akhirat kelak.

Islam juga sangat memperhatikan pentingnya mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini. Bahkan, dengan tegas Islam tidak pernah melarang umatnya menjadi kaya.

Malah sebaliknya, Islam memperingatkan agar tidak jatuh ke dalam kubangan kemiskinan. Dengan demikian, pengertian wirausaha atau perdagangan menurut Islam merujuk pada surah Faathir (35) ayat 29, artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan “perniagaan” yang tidak akan merugi,”



Al-Qur’an menggunakan kata “tijarah” kata ini sering diartikan sebagai perdagangan (at-tijarah). Departemen Agama Republik Indonesia mener- jemahkan kata ini “perniagaan“. Maksudnya adalah perdagangan dengan Allah SWT, atau antara sesama manusia menurut Sunnah Allah dan Rasul-Nya.

Kata “perniagaan” tampak kurang menarik terkesan kuno. Bahasa Indonesia dalam perkembangannya sering menyerap istilah-istilah asing. terutama dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, ada istilah “business” yang di indonesiakan menjadi “bisnis”.

Kata bisnis mengandung energi yang lebih kuat dan pada kata usaha, dagang atau niaga. Hal ini tampaknya merujuk pada makna kesuksesan, kekayaan, dan keberhasilan dalam konsepsi Barat yang berbahasa Inggris. Untuk lebih jelas dan secara tegas yang dimaksud dengan kewirausahaan syariah Islam adalah:

“Suatu perniagaan yang bersifat peralihan hak milik produk dan jasa yang bermanfaat dari satu pihak kepada pihak lain melalui jual beli yang diikuti penggantian nilai dengan alat pembayaran yang sah, diikuti dengan ucapan ijab kabul menurut sunatullah dan sunatulrasul.”



Dari pengertian rumusan tersebut mengandung makna bahwa transaksi jual beli yang dilakukan adalah secara sah, baik, berdasarkan tuntunan agama dan adil tidak zalim. Sah menurut agama, adalah tidak batil, haram ataupun syubhat.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak memedulikan dari mana dia mendapatkan rezeki dimasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari).

Sabda Rasulullah SAW, lainnya, “Tinggalkanlah yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu” (HR. Tirmizi, Nasa’i).

Umar r.a. berpesan, “Ketahuilah ada tirai yang menghadang antara seseorang dan rezekinya. Jika ia bersabar, rezeki akan datang kepadanya. Tetapi jika ia tidak bersabar, maka ia akan merobek tirai tersebut dan dia tidak akan mencapai rezekinya.

Di antara berbuat “baik” ialah tenggang rasa dalam jual beli wajar dalam laba, dan berakhlak mulia dalam kerja. Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Sabda lainnya, “Allah merahmati orang yang ingat jika berjual beli dan jika menagih utang” (HR. Bukhari).

Zalim, yaitu merugikan dan memudaratkan orang lain, dan juga ber-tentangan dengan aturan umum. Sabda Nabi SAW, “Muslim itu saudara Muslim lainnya. Tidak mengkhianatinya, membohonginya, dan menipu- nya” (HR. Tirmidzi).

Islam mengharamkan aturan umum. Allah memperingatkan, “Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lainnya, kecuali orang- orang beriman dan beramal saleh. Dan sangat sedikitlah mereka ini,” (QS. Shaad (38): 24)

Sangat banyak keutamaan jujur dalam perdagangan, di antaranya sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan amanah, akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama Anbiya salihin dan syuhada.”

Begitu pula siksa pasti akan diterima di akhirat, di dunia pun orang yang menipu, tidak jujur, berbohong dalam perdagangan akan dicabut keberkahannya. Keuntungan atau labanya tidak akan bermanfaat. Keuntungan atau labanya tidak akan bermanfaat, bahkan akan menimbulkan bencana dan kerugian. Sabda Nabi SAW,

“Penjual dan pembeli keduanya bebas belum terikat, selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan jelas, maka diberkati jual beli itu” (HR.Bukhari)

Demikianlah informasi mengenai topik yang berjudul Pengertian Kewirausahaan Menurut Agama islam Adalah? Ini Jawabannya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Salam berbagi teman-teman.

Daftar Pustaka/Referensi: 

    • Farid. 2017. Kewirausahaan Syariah. Depok: Kencana. Hlm: 9-13

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *