Dapatkah Kekuasaan Konstitutif Mengadili Pelaku Tindak Kejahatan – Konstitusi merupakan ketentuan dan aturan dasar yang membahas mengenai ketatanegaraan. Dengan berdirinya negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya.
Konstitusi bisa terdiri dari hukum dasar tertulis yang biasa disebut dengan Undang-Undang Dasar dan ada juga yang tidak tertulis.
Selain itu, sebagai tatanan hukum negara sebagai perlindungan Hak Asasi Manusia dan mengatur tentang Distribution of Power.
Konstitusi terkadang disebut juga sebagai hukum fundamental negara karena merupakan aturan dasar untuk turunan aturan lainnya.
Sehingga apabila menarik mengenai definisi Konstitusi dalam arti formal diartikan sebagai dokumen resmi, atau seperangkat norma hukum yang biasa diubah melalui ketentuan-ketentuan khusus untuk menjadikan perubahan norma yang lebih sulit.
Untuk arti material, konstitusi adalah peraturan tentang pembentukan norma hukum yang sifatnya umum khususnya berkenaan soal undang-undang.
Itulah apabila ada yang mengatakan pentingnya negara memiliki konstitusi karena konstitusi adalah landasan hukum dalam penyelenggaran negara, apabila tidak memiliki konstitusi maka negara tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sehingga penyusunannya perlu dari hasil nilai-nilai dan norma berbangsa dan bernegara yang hidup dalam masyarakat.
Berdasarkan dari sejarah dan perkembangan dalam UUD yang terjadi di Indonesia, memuat beberapa kali pergantiaan dan perubahaan atau lebih dikenal dengan Amandemen.
Pergantian itu dapat dilihat saat UUD 1945 ditetapkan sebagai suatu dasar (grondwef) dan begitu pula juga terjadi dalam dasar sistem pengelolaan kehidupan bangsa Indonesia.
Hingga saat kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tahun 1945 sampai sekarang sudah terjadi 4 kali pergantian dan berlaku 3 UUD yaitu diantaranya UUD 1945 yang dimulai sejak Agustus 1945 hingga Desember 1949.
Sedangkan yang kedua adalah Konstitusi RIS yang berlaku pada Bulan Desember 1949 sampai pada bulan Agustus 1950, UUDSr 1950 yang berlaku sampai bulan Juli 1959, dan kembali ke UUD 1945 dari bulan Juli 1959 hingga sekarang.
Maksud dan tujuan dari pergantian dan perubahaan ini, tidak lain dan tidak bukan menurut M. Solly Lubis adalah usaha konseptual dari adanya dorongan untuk memperoleh konsep dasar pengelolaan kehidupan bangsa yang dipandang lebih sejalan dengan landasan pengelolaan dan tujuan yang dicapai.
Sehingga pergantian dan perubahan itu adalah wujud langkah untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara, dan usaha pemantapan ketatanegaraan untuk mendapatkan suatu pemerintahan yang diharapkan membawa kesejahteraan bagi bangsa dan negara.
Melihat dari hakikat mengenai peran penting dari adanya konstitusi, olehnya itu dalam sistem Indonesia mengenal namanya trias Politica yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Tujuan hal ini adalah untuk pembagian kekuasaan yang agar kekuasaan itu dapat merata sebagaimana mestinya agar terciptanya keadilan dalam masyarakat.
Yang dimaksud pembagian kekuasaan adalah kekuasaan negara dibagi-bagi seperti legislatif, yudikatif dan eksekutif yang tetap berkoordinasi atau kerjasama.
Dalam pembagian kekuasaan terdapat 2 jenis pembagian yaitu kekuasaan secara horizontal dan vertikal yang merupakan konsep pembagian kekuasaan di Indonesia. Salah satu pembagian kekuasaan ini, terdapat kekuasaan konstitutif.

Pengertian Kekuasaan Konstitutif: Apa itu?
Yang dimaksud dengan kekuasaan konstitutif dalam pembagian kekuasaan secara horizontal adalah kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan UUD yang dijalankan oleh MPR.
Dasar hukum kekuasaan Konstitutif dalam pembagian kekuasaan secara horizontal ini ditegaskan pada Pasal 3 ayat 1 UU Negara RI Tahun 1945 bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”
Dapatkah Kekuasaan Konstitutif Mengadili Pelaku Tindak Kejahatan?
Ada beberapa orang yang masih mempertanyakan peran kekuasaan konstitutif bahwa apa boleh, bisa atau ikut dalam mengadili pelaku tindakan kejahatan.
Menjawab pertanyaan ini sangatlah mudah sebab, merupakan kekuasaan yang mengubah dan menetapkan UUD yang dipegang oleh MPR.
Untuk lebih jelasnya lagi menjawab dapatkah kekuasaan konstitutif ikut mengadili pelaku tindak kejahatan, adalah dengan melihat peran MPR dalam tindak kejahatan seperti apa yang bisa diadili oleh MPR.
Merujuk pada UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Melihat dari aturan ini, kejahatan yang bisa diadili oleh kekuasaan konstitutif adalah kejahatan yang hanya dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden sebagai pasal yang terdapat diatas.
Demikianlah informasi mengenai Dapatkah Kekuasaan Konstitutif Mengadili Pelaku Tindak Kejahatan. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Salam berbagi teman-teman.