Berada di kaki gunung Ciremai, ada sebuah bangunan tua yang sekarang ini diberi nama gedung perundingan linggarjati yang menjadi salah satu tempat yang banyak dikunjungi oleh wisatawan ketika berlibur di kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa BArat.
PAda tahun 1918, bangunan yang berada di Desa Linggarjati, KEcamatan Cilimus ini termasuk bangunan rumah milik seorang ibu bernama Jasitem. Pada tahun 1921, bangunan tersebut dirombak menjadi semi permanen oleh salah seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Tuan Tersana.
Sembilan tahun kemudian, dibangun menjadi bangunan permanen dan menjadi bangunan tempat tinggal orang Belanda benama Van Oot Dome. Selanjutnya, pada tahun 1913 dikontrak oleh Heiker dan dijadikan sebagai hotal yang diberi nama Rustoord.
Pada era penjajahan jepang, hotel tersebut diganti namanya menjadi Hokay Ryokan. Di tahun 1945, tepatnya sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI, hotel tersebut diberi nama yaitu Hotel Merdeka.
Latar Belakang Penentuan Lokasi Perundingan Linggarjati
Kemudian pada tahun 1946, Hotel Merdeka ini dipakai menjadi tempat perundingan antara pemerintah Indoensia bersama dengan pihak Pemerintah Belanda yang selanjutnya menghasilkan perjanjian linggarjati. Karena perundingan linggarjati itu sangat penting maka gedung ini diberi nama sebagai gedung linggarjati. Masyarakat yang ada di sekitar pun memberi nama sebagai gedung naskah linggarjati.
Dibalik dari penentuan lokasi perundingan linggarjati, terdapat peran Maria Ulfah Santoso, seorang wanita kelahiran Serang, Banten, kelahiran 18 Agustus 1911. Dia merupakan seorang menteri Sosial yang ada di Kabinet Sjahrir II dan kabinet Sjahrir III.
Mohammad Hatta dalam bukunya berjudul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi (Penerbit Buku Kompas) menyebutkan bahwa pada tanggal 11 November 1946 tempat perundingan linggarjati dialihkan sementara ke Linggarjati. Sebelumnya di tanggal 7 Oktober 1946, yang bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibukalah perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang dimediasi oleh Lord Killearn. Delegasi Belanda yang dipimpin oleh Wim Schemerhorn, sementara itu untuk delegasi RI dikomandoi oleh Sutan Sjahrir.
Menurut Mohammad Hatta bahwa tempat perundingan ini dipindahkan ke Linggarjati dengan maksud dan tujuan supaya akhir perundingan digelar di daerah yang sejuk dan bisa juga dihadiri oleh Soekarno dan Hatta. Pada saat itu, Soekarno dan Hatta sedang menuju ke Jawa Barat dan menginap di Kabupaten Kuningan.
Lokasi Perundingan Linggarjati
Seperti yang dikuti di Wikipedia bahwa Maria Ulfah Santoso mengusulkan kepada Sutan Sjahrir (Ketuga Delegasi RI) supaya perundingan bisa digelar di linggarjati. Maria Ulfah memang sangatlah mempunyai ikatan emosional dengan Kuningan dan Linggarjati. Maria Ulfah menganggap bahwa linggarjati secara geografis dapat menjadi tempat alternatif karena pihak Indonesia dan pihak Belanda sempat menemui kebuntuan.
Soekarno dan Hatta yang pada saat itu memiliki kedudukan di Yogyakarta (Sebagai Ibu Kota sementara), menawarkan Yogya menjadi tempat perundingan linggarjati. Sudah jelas pilihan tersebut ditolak secara mentah-mentah oleh pihak Belanda karena mereka justru menginginkan perundingan tersebut dilaksanakan di Jakarta yang pada saat itu mereka sudah kuasai.
“Berdasarkan dari keterangan dari Soebadio Sastrosatomo dan Ali Boediardjo bahwa yang mengusulkan tempat perundingan ke linggarjati kepada Sutan Sjahrir yaitu Ibu MR. Maria Ulfah Santoso” Demikianlah keterangan yang terdapat di bawah foto Maria Ulfah Santoso yang terpajang di salah satu ruangan pada gedung Perundingan linggarjati.
Maria Ulfah yang termasuk anak mantan Bupati Kuningan R Mohammad Ahmad (Periode 1921 – 1940 ) pun dapat memberikan jaminan dari sisi keamanan. Hal tersebut karena residen Cirebon Hamdani maupun Bupati Cirebon Makmun Sumadipradja, kebetulan yang berasal dari Partai Sosialis. Itu artinya mereka adalah anak buah dari Sjahrir.
Ketika terjadi perundingan, Sjahrir menginap di gedung Sjahrir di dekat kolam renang linggarjati. Sementara itu, Soekarno Hatta bermalam di Pendopo Kabupaten Kuningan.
Adapun isi perundingan linggarjati ditandatangani oleh pihak pemerintah Belanda dan Indonesia di Jakarta yang dilakukan sejak 71 tahun lalu yang tepatnya pada tanggal 25 Maret 1947. Sebelumnya pada tanggal 115 November 1946, kemudian isi perjanjian linggarjati itu diparaf oleh peserta perundingan.
Sekarang, gedung perundingan linggarjati yang ada di kaki Gunung Ciremai dan mempunyai luas 500 m2 dan halaman yang luas sekitar 2.5 hektare ini telah menjadi salah satu cagar budaya yang sudah dilindungi oleh UU nomor 11 tahun 2010 mengenai Cagar Budaya.
Nah, demikianlah informasi mengenai latar belakang penentuan lokasi perundingan linggarjati