[Jawaban] Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia



Kolonialisme dan imperialisme pada dasarnya termasuk suatu sistem pemerasan yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lainnya. Sedangkan kolonialisme yang ada di Indonesia bisa bertahan dengan kurun waktu yang cukup lama disebabkan oleh:

1. Kekuasaan pada bidang politik oleh penguasa

Penindasan dan pemerasan yang secara sempurna tidak bisa dilaksanakan kalau kekuasaan politik tak dipegang kuat. Hal ini dilakukan oleh Belanda dengan cara pengawasan secara cermat dan ketat, untuk dapat menjaga kemungkinan supaya suatu kesempatan tak bisa dikuasai oleh suatu bangsa.

2. Penaklukkan Ekonomi

Sistem perekonomian dibentuk pada suatu porsi tertentu supaya segala kepentingan penduduk terjajah sepenuhnya tergantung pada perusahaan yang telah dipegang atau dimiliki oleh para penjajah.

3. Pemisahan sosial

Hubungan antara penjajah dengan penduduk asli yang sangat jarang terjadi karena suatu penduduk asli dianggap tak mempunyai kelebihan apa pun.

Sistem politik yang semacam ini memiliki pengaruh yang sangatlah efektif, terbukti tidak saja terjadi suatu pertentangan antar suku bangsa melainkan juga terjadi suatu pertentangan antar lapisan masyarakat di dalam suku bangsa. Dalam lapangan politik pemerintah Belanda pun memanfaatkan kelas-kelas feodal (tuan-tuan tanah) sebagai pelindungnya. Begitu juga golongan Cina dipakai sebagai pelindung khusus pada bidang ekonomi. Kondisi semacam ini bagi pihak Belanda semakin mantap dalam menancapkan kolonialisme dan penjajahan, apalagi dalam budaya masyarakat Indonesia telah tertanam kuat sikap permusuhan antar mereka sendiri pada saat itu.

Suasana kemerdekaan rakyat Indonesia sebelum tanggal 17 Agustus 1945 sebenarnya sudah pernah dirasakan, dimana rakyat Indonesia terbebaskan dari adanya pengaruh kekuasaan asing manapun. Kondisi ini terjadi pada masa kerajaan-kerajaan masih sedang berkuasa di Indonesia, seperti kerajaan Sriwijaya, Padjajaran, Majapahit dan sebagainya dimana pada zaman keemasan kerajaan itu memiliki kekuasaan yang luas sampai seluruh Asia Tenggara.

Istilah nasional yang digunakan pada kerajaan-kerajaan kurang tepat jika dibandingkan dengan isi pengertian nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi yang jelas bahwa suasana merdeka yang terbebas dari adanya pengaruh asing manapun juga pernah dirasakan oleh bangsa Indonesia sebelum penjajah Belanda menginjakkan kakinya di Indonesia. sejak imperialisme berkuasa di Indonesia, bangsa Indonesia terus melancarkan perlawanan inti yang digerakkan oleh para kaum bangsawan, pedagang, rohaniawan dan petani. Perlawanan ini telah membuktikan bahwa sistem pemerintahan yang bersifat penjajahan tidak bisa diterima oleh bangsa Indonesia.

Adapun ciri ciri perlawanan bangsa Indonesia sejak dari abad ke 16 sampai dengan abad ke 19 tidak menyeluruh. Akan tetapi bersifat sporadis atau lokal. Perlawanan-perlawanan itu sangatlah banyak dan terkadang juga terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan tempat yang berjauhan, sehingga perlawanan tersebut bisa dipatahkan oleh para kaum kolonial. Dari sinilah bisa disimpulkan bahwa kesadaran untuk mengoordinasi perlawanan perlawanan kepada kaum penjajah itu masih kurang, karena penerapan sistem politik devide et impera (politik adu domba) yang dilakukan oleh pihak penjajah Belanda. Oleh sebab itulah, konsep vassal atau negara bagian, kerajaan-kerajaan dan negara-negara yang terdapat di Indonesia dengan memiliki status berdaulat tidak ada karena dimatikan oleh para penjajah. Akan tetapi, bangsa INdonesia tetap ada sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan.

Moehammad Yamin pernah mengungkapkan suatu istilah bahwa “Bangsa Indonesia ketika dijajah dinamakan sebagai Bangsa Budaya dan setelah merdeka dinamakan Bangsa Negara. Oleh karena itulah memiliki negara sebagai rumahnya”.

Perlawanan rakyat Indonesia yang terjadi pada masa sebelum abad ke 20 secara satu persatu bisa dipatahkan. Hal ini disebabkan oleh kedisiplinan dan kerapian dari bangsa penjajah. Permasalahan ini sebenarnya sudah dilawan oleh rakyat Indonesia dengan sistem organisasi yang rapi. Akan tetapi, kekuatan yang dimiliki tak sesuai dengan yang dimiliki oleh para kaum penjajah, walaupun pada setiap pergerakannya senantiasa ada niat untuk dapat mencapai Indonesia merdeka. Rasa kesadaran berbangsa dan bernegara akan senantiasa terlihat jelas sejak adanya kehadiran Sumpah Pemuda tahun 1928 yang termasuk refleksi kesadarana nasional Bangsa Indonesia.

Sejarah Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Sejarah Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

[Jawaban] Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Faktor Pendukung Kebangkitan Pergerakan Nasional

Usaha bangsa Indonesia untuk dapat mencapai kemerdekaan itu secara umum dikenal sebagai Pergerakan kebangsaan atau pergerakan Nasional. Pergerakan tersebut didukung oleh adanya dua faktor yakni:

1. Faktor Dalam Negeri (Intern)

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa sistem pemerasan itu berjalan sangatlah lama di Indonesia. Dalam hal ini dikarenakan para penjajah mendapatkan suatu keuntungan besar dan mereka yang diperas telah menderita kemiskinan, kelaparan dan mengalami berbagai macam penyakit. Pada kondisi tersebut, bangsa Indonesia mencari jalan keluar lewat bermacam-macam bentuk perlawanan untuk memperoleh kebebasan dalam hidupnya dan tanpa adanya suatu ikatan dari bangsa yang lainnya. Secara jelas bisa dikatakan bahwa penderitaan dan kesengsaraan termasuk faktor utama dari dalam negeri untuk mengadakan pergerakan kebangsaan Indonesia untuk terwujudnya kemerdekaan.

2. Faktor Luar Negeri (Ekstern)

Faktor luar negeri yang juga sangatlah besar pengaruhnya pada perjuangan bangsa Indonesia. Faktor yang banyak memiliki peran dalam mempercepat proses pergerakan politik di Indonesia antara lain:

a. Kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1905

HAl tersebut merupakan suatu prestasi yang luar biasa. Sebagai negara yang merdeka di Asia, jepang memiliki kesempatan yang sama dengan negara-negara yang ada di Barat dalam memajukan dirinya. Hal tersebut telah dibuktikan saat pertarungan bersenjata bersama dengan Rusia, sehingga kesan Barat terhadap jepang semakin baik.

b. Pergerakan Kebangsaan India

Untuk mengorganisasi para kaum pejuang pergerakan yang ada di India, dihimpunlah suatu wadah yang dinamakan partai Kongres. Partai tersebut berdiri pada akhir abad ke-19 dan bentuk perjuangannya sangatlah menarik perhatian dari bangsa Indonesia. Ketertarikan ini, selain sama-sama sebagai bangsa terjajah oleh bangsa eropa adalah gerakan swadesi yang sangatlah besar pengaruhnya terhadap perjuangan rakyat Indonesia.

c. Pergerakan Nasional di Filipina

PAda akhir abad ke-19 yaitu pada tahun 1898 baangsa FIlipina mengadakan suatu pemberontakan yang luar biasa hebatnya terhadap bangsa Spanyol yang telah menjajah Filipina. Pemberontakan yang dipimpin oleh Aquinaldo Mabini berhasil membawa bangsa Filipina menjadi negara merdeka dengan sistem kenegaraan yaitu berbentuk republik.

d. Pergerakan Nasionalis di Tiongkok Cina.

PAda tahun 1911, Dr. Sun Yat Sen mendirikan Republik Tiongkok (Cina). Hal tersebut sangatlah berpengaruh terhadap orang-orang Cina di Indonesia yakni secara tidak langsung mesti mengubah gaya hidupnya yang masih saja kolot. Hal tersebut merangsang pergerakan Indonesia untuk mempercepat dalam membangun tanah airnya menuju arah kemajuan dan kemerdekaan.

Akibat Dominasi Penjajah yang terlalu lama

Sejarah Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Sejarah Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Menjelang akhir abad ke-19, masyarakat Indonesia termasuk masyarakat kolonial yang serba terbelakang. Penjajahan dan penindasan telah mengakibatkan kemunduran dari segala bidang, baik pada bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan maupun kebudayaan.

Pada bidang politik, semisal: dalam pemerintahan, semua jabatan jabatan penting ada di tangan bangsa asing, sedangkan untuk bangsa Indonesia hanya menduduki posisi jabatan yang rendah. Selain daripada itu, pihak penjajah senantiasa menanamkan benih-benih perpecahan dengan menjalankan sistem politik devide et impera.

Pada bidang ekonomi, kondisi bangsa Indonesia sangatlah menderita karena penghasilan yang sangatlah rendah yang diterima oleh rakyat Indonesia, dengan bekerja menjadi buruh upah pada perkebunan-perkebunan kepunyaan swasta. Rakyat dipaksa untuk dapat meningkatkan produksi, sedangkan dalam lingkungan ekonomi tradisional, masyarakat Indonesia hanya mengenal perusahaan rumah atau kerajinan tangan sehingga tak ada keterampilan yang berkembang.

Pada bidang pendidikan, pihak penjajah tak memperhatikan kepentingan pendidikan untuk bangsa Indonesia, sehingga secara umum rakyat Indonesia tak pandai dalam membaca dan menulis. Sedangkan kesempatan pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak dari kaum Bangsawan, pegawai negeri dan anak-anak orang yang memiliki kedudukan atau status sosial yang tinggi.

Pada bidang budaya, kaum penjajah berhasil untuk memasukkan nilai-nilai budaya asing, sehingga mengakibatkan merosotnya beberapa budaya Indonesia dan hampir kehilangan kepribadiannya. Kesemuannya merupakan akibat langsung dari politik kolonial belanda. Bumi Indonesia termasuk objek eksploitas untuk diambil keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para penjajah. Sistem tanam paksa berkembang menjadi suatu usaha yang berskala tinggi dengan mengidentifikasikan pemerintah sebagai pengusaha dengan Nederlandsche Handels Schappij sebagai agen tunggal yang ada di Pulau Jawa dan termasuk perusahaan negara yang besar.

Perkembangan selama masa abad ke-19, pada berbagai bidang yang membawa akibat sangat mencolok yakni dengan adanya urbanisasi. Dengan kehadiran perusahaan perkebunan, perdagangan dan pengangkutan hasil maka jumlah penduduk yang pindah ke kota dan hadirnya pusat-pusat perusahaan yang semakin banyak.

Dengan adanya perusahaan perusahaan barat maka dibutuhkan adanya administrasi menurut sistem barat. Jika dipandang dari sudut ini maka pemerintah bersikap dualistis. Di satu pihak, pemerintah Hindia Belanda membutuhkan pegawai-pegawai pribumi yang terampil dan berpendidikan yang telah disesuaikan dengan sistem pemerintahan yang modern. Selain daripada itu, pemerintah Hindia Belanda pun menambah jumlah pegawai Pamong Praja Belanda dalam rangka untuk intensifikasi administrasi. Sistem dualistis ini digunakan untuk dapat mempertahankan politik eksploitasi.

Menjelang pergantian abad ke-19 semakin gencar dilakukan kritik-kritik terhadap pemerintah Belanda, terutama yang berkaitan dengan nasib rakyat Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena di kalangan masyarakat luas kemudian muncul kesadaran akan sikap humanitarisme dalam hubungan kolonial yakni memperhatikan nasib dari rakyat Pribumi.

Program dari berbagai golongan politik semuanya dan secara serentak memfokuskan pada tanggung jawab moral dalam melakukan politik kolonial. KEsadaran akan tujuan kolonial ini telah diperkuat oleh permasalahan-permasalahan antara Indonesia dan negeri Belanda tentang permasalahan kemiskinan Rakyat yang berlawanan dengan kemajuan industri perkebunan. Politik baru yang selanjutnya diperjuangkan terutama bertujuan untuk dapat mengadakan desentralisasi rakyat yang selanjutnya politik ini dikenal dengan istilah “politik etis”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *