Inilah Kemenangan Besar Umat Islam Dibalik Perjanjian Hudaibiyah



Inilah Kemenangan Besar Umat Islam Dibalik Perjanjian Hudaibiyah – Dilihat dari isi perjanjian hudaibiyah, nampaknya menjadi gerbang bagi serangkaian keberhasilan umat islam pada saat itu. Peristiwa tersebut seperti menjadi pembuka bagi kemenangan yang selanjutnya untuk umat Islam dan Rasulullah Saw.

Dimulai dari kemenangan umat Islam di perang Khaibar, dilanjutkan lagi dengan terwujudnya Umratul Qadha’ yang menyertakan ada sekitar 2000 orang dan puncaknya dengan terbebasnya kota Makkah di dalam peristiwa yang sudah dikenal sebagai Fathu Makkah sehingga ada 2000 orang yang masuk Islam hanya dalam waktu yang singkat.

Kalau kita lihat dari sudut pandang yang lebih luas, kemenangan umat Islam sesudah perjanjian HUdaibiyah akan semakin terlihat terang benderang. Meskipun pada awalnya perjanjian tersebut nampaknya tak berpihak kepada umat Islam, akan tetapi ternyata secara keseluruhan telah menguntungkan mereka. Secara umum, terdapat empat poin isi perjanjian HUdaibiyah yakni:

Pertama, gencatan senjata selama 10 tahun. Kedua, umat Islam mesti menunda umrah sampai tahun ke depan. Ketiga, siapapun berhak untuk bersekutu dengan kaum Quraisy atau kaum muslimin. Keempat, jika ada dari pihak Quraisy yang telah datang kepada Muhammad tanpa izin dari walinya maka dia mesti dikembalikan. Jika ada pihak Muhammad yang datang kepada pihak Quraisy maka dia tidak akan dikembalikan.



Poin pertama sudah membuka peluang kepada umat Islam untuk bisa melebarkan sayap dakwa tanpa adanya kekhawatiran akan dihalangi oleh pihak musuh kafir Quraisy. Pada saat yang sama juga, umat islam dapat menaklukkan pihak-pihak lain yang memang selama ini menghalangi dakwahnya.



Bangsa Yahudi misalnya, Meskipun belakangan kafir Quraisy telah mengkhianati perjanjian tersebut, akan tetapi gencatan senjata itu amatlah sangat bermanfaat bagi kemenangan umat Islam dan terjadinya penyebaran dakwah.



Poin kedua memang sekilas merugikan kaum muslim. Merreka sudah bersiap untuk dapat melaksanakan umrah, akan tetapi itu justru kembali dan ditunda di tahun depan. Akan tetapi jika kita perhatikan bahwa penundaan ini memang justru sangatlah menguntungkan kaum muslimin.

Dengan adanya penundaan ini maka mereka dapat melakukan persiapan yang lebih matang lagi. Buktinya, di tahun berikutnya mereka memang benar-benar melakukannya dengan jumlah peserta yang sudah jauh lebih banyak. Umrah pun dilakukan secara sangat khusyu, sempurna, tenang dan tanpa ada lagi rasa kekhawatiran akan diserang.

Poin ketiga juga sangatlah berguna untuk kaum muslimin. Dengan adanya kesepakatan bahwa siapapun yang berhak untuk bergabung kepada pihak Muhammad Saw atau kafir Quraisy maka peluang umat Islam untuk melakukan dakwa terbuka secara lebar. Pada kesempatan ini dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau pun segera mengirimkan surat dakwah kepada para raja termasuk raja Romawi dan Persia yang merupakan negara adidaya saat itu.

Hal tersebut telah membuahkan hasil, hampir semua para raja itu menerima seruan Nabi Muhammad Saw dan mendukung beliau. Ibarat sebuah kekuatan yang baru saja tumbuh, dengan adanya perjanjian Hudaibiyah maka Nabi Muhammad Saw bisa secara leluas meminta dukungan dari berbagai macam kalangan termasuk pimpinan dan raja wilayah pada saat itu.

Sepertinya, pihak kaum Quraisy sudah memberikan tiga celah ini kepada umat islam dan berusaha memperoleh poin keempat dari perjanjian. Akan tetapi pada poin keemat ini pun tidak banyak memberikan arti. Pada poin ini tidak begitu membahayakan umat Islam.

Sudah maklum, bahwa selama seseorang itu mempunyai keimanan yang baik maka dia tidak mungkin melarikan diri kepada pihak Quraisy kecuali orang tersebut sudah murtad. Kalaupun dia murtad, sungguh Islam tidak membutuhkannya lagi dan silahkan kafir Quraisy yang memeliharanya.

Sebaliknya, jika diantara kafir Quraisy yang datang ke Madinah bukanlah atas kemauannya sendiri dan tidak ingin masuk islam, karena memang lebih baik dia dikembalikan ke Makkah. Dia hanya akan menjadi beban bagi umat Islam. Seandainya terdapat di antara mereka yang masuk islam dan tapi mesti dikembalikan ke Makkah berdasarkan perjanjian maka masih terdapat banyak tempat lain yang bisa mereka jadikan tempat tinggal.

Apa yang telah dilakukan oleh Abu Bashir dan kawan-kawannya yang tidak ingin dikembalikan ke Makkah, itu justru menjadi bumerang bagi kaum kafir Quraisy itu sendiri. Sebaliknya apa yang telah dilakukan Abu Bashir, tidak membebani kaum muslim. karena Nabi Saw sudah menjalankannya secara legal dan sesuai yang tertulis pada perjanjian.

Kemudian tersisa satu permasalahan yang sudah dianggap melemahkan derajat kaum muslim yakni tentang dihapusnya kata Rasulullah dan Bismillahirrahmanirrahim pada draft perjanjian. Oleh sebagian para sahabat saat itu, tindakan ini memang sangatlah melecehkan umat Islam. Bahkan Ali Bin Abi Thalib yang bertugas untuk mencatat perjanjian pada saat itu tidak ingin menghapus kata Rasulullah sampai Nabi Muhammad Saw itu sendiri yang menghapus sendiri.

Disinilah kita mendapatkan pelajaran yang menarik mengenai bagaimana membedakan hal yang sifatnya prinsip dan tidak prinsipil. Saat itu, Nabi Muhammad Saw menganggap bahwa basmalah dan tulisan Rasulullah itu hanya sebatas simbol. Memang pada kondisi tertentu, simbol ini sangat penting karena menjadi sesuatu identitas. Akan tetapi pada kondisi tertentu juga dia hanya memiliki sifat pelengkap bukan sebagai yang utama.

Mengenai masalah kata Rasulullah dan Basmalah, ditulis atau tidak, itu sama saja tak akan hilang dari umat Islam. Bahkan, untuk menegaskan hal tersebut, di penghujung surat Al-Fath, Allah telah menyebutkan secara tegas bahwa Muhammadur Rasulullah yang sebelumnya diingkari oleh Suhail Bin Amr, penandatangan perjanjian dari pihak Quraisy.

Adapun hikmah yang paling besar pada perjanjian Hudaibiyah yaitu saat Makkah menyerahkan jantungnya. Empat Jawara Quraisy saat itu, langsung masuk Islam dan memperkuat barisan kaum muslimin. Dengan masuknya islamnya, Khalid Bin Walid dan kawan-kawannya maka umat Islam semakin mudah untuk mendapatkan kemenangan.

Barisan Kuat Pada Perjanjian Hudaibiyah

Kalau perang Lihyan merupakan perintis yang telah mengawali era baru dalam sejarah dakwah Rasulullah Saw maka perjanjian Hudaibiyah adalah suatu pelaksanaan yang nyata dari sabda beliau setelah perang Khandaq yang berbunyi “Sekarang kita serang mereka, jangan mereka menyerang kita”.

Hanya saja pada perang kali ini sama sekali bukanlah serbuan dari militer, melainkan serbuan damai dengan tujuan berumrah ke Baitul Al-Haram.

Meskipun demikian, Rasulullah Muhammad Saw tidak pernah lupa kepada target-target yang hendak dicapai pada umrah ini, disamping tak melupakan juga kemungkinan akan menghadapi perlawanan senjata. GErakan politik pada haluan ini menghapuskan langkah damai Nabi Muhammad Saw.

Rasulullah Muhammad Saw tetap berangkat bersama dengan beberapa orang Anshar dan Muhajirin, ditambah dengan beberapa orang yang selanjutnya menyusul dari kabilah-kabilah arab dan dibawanya juga binatang hadyu.

Beliau pun juga kemudian melakukan ihram umrah supaya semua orang merasa aman bahwa beliau memang tidak hendak untuk berperang, juga supaya mereka mengetahui bahwa keberangkatan beliau saat ini tidak lain hanyalah untuk berziarah dan mengagungkan Baitullah.

Perjalanan Nabi Muhammad Saw dan pasukannya yang memiliki jumlah sekitar 1400 orang ini telah menunjukkan sebuah kekuatan besar yang akan lahir untuk menguasai jazirah Arab. Kekuatan tersebut bukanlah kekuatan fisik dan senjata, akan tetapi kekuatan internal yang kokoh. Kekuatan ini terlihat sejak Nabi Muhammad Saw menceritakan tentang mimpinya sampai mereka kembali lagi ke Madinah.

Menyambut Seruan Nabi

Sambutan dari kaum Anshar dan Muhajirin, begitu mendengarkan seruan untuk berangkat ke Makkah termasuk bukti nyata betapa patuhnya mereka kepada sang panglima, soliditas dan disiplin mereka sangat begitu kuat. Karena keberangkatan mereka kali ini dilakukan hanya berselang kruang dari setahun sejak terjadinya perang Ahzab. Yang berangkat kali ini pun tidak seberapa banyak jumlahnya, hanya berjumlah 1500 orang.

Padahal mereka mengetahui waktu itu kelompok-kelompok Arab yang sudah mengepung dan menyerang mereka pada perang Ahzab memiliki kekuatan 10.000 tentara. Bagaimana mungkin rombongan yang hanya beberapa ratus orang ini bisa bergerak menuju jantung kota MEkkah, menembus pasukan besar yang dulunya sudah pernah mengepung mereka. Ini keberanian yang sangatlah luar biasa.

Tak diragukanlagi, bahwa dorongan iman yang kuatlah yang sudah menyebabkan kaum muslim segera memenuhi perintah Rasulullah Muhammad Saw tersebut. Pada waktu itu, beliau memang menceritakan kepada tentara tentang mimpinya masuk dalam ka’bah, mencukur kepalanya dan mengambil kunci bangunan yang mulia itu. Kemudian berwukuf di Arafah bersama dengan banyak orang.

Sungguh, itu memang benar-benar keberanian yang tiada bandingannya, dimana kaum muslimin hanya memiliki jumlah sekitar 1500 orang yang berani mendatangi Makkah yang penduduknya belum lagi usai menyatakan perang kepada meraka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *