Agresi Militer I: Belanda Ingkari Isi Perundingan Linggarjati



Agresi Militer I: Belanda Ingkari Isi Perundingan Linggarjati – Pada hari tanggal 21 Juli 1947, ibu kota lebih ramai dari biasanya, pihak Belanda telah mengerahkan ratusan serdadu untuk melakukan pengambilalihan secara paksa pada daerah-daerah yang ada di wilayah Jawa dan Sumatera yang menurut kesepakatan sebelumnya merupakan dari wilayah Rebulik Indonesia.

Penjajah yang datang kembali lagi ke Nusantara itu melancarkan aksi brutalnya yakni Agresi Militer Belanda I.

Agresi militer ini merupakan aksi polisionil resmi dari pihak Belanda sejak Indonesia merdeka di tanggal 17 Agustus 1945. Letnan Gubernur Jenderal Johannes Van Mook menyebut bahwa aksi militer tersebut dengan nama “Operatie Product”. Van Mook menegaskan bahwa dari hasil isi perundingan linggarjati yang resmi telah disepakati bahwa pada tanggal 25 Maret 1947 sudah tak berlaku lagi.

Pihak Belanda memiliki perbedaan tafsir mengenai status kemerdekaan Republik Indonesia dan juga hasil dari perundingan linggarjati sehingga agresi militer pun dilancarkan. Dan hal ini bukanlah yang terakhirnya karena nantinya, kendati dewan keamanan PErserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB) ikut turun tangan, pihak Belanda kembali lagi menggencarkan operasi militernya setelah aksi tanpa etika yang pertama tersebut.



Agresi Militer I: Belanda Khianati Isi Perundingan Linggarjati

Pada tahun 1942, pihak Belanda mesti meninggalkan wilayah luas yang sudah sangat lama dikangkanginya karena mengalami kekalahan dari pihak Jepang pada perang Asia Timur Raya atau salah satu fragmen penting pada perang Dunia II. Bumi pertiwi gantian mengalami penjajahan oleh Jepang sampai pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta akhirnya menyatakan kemerdekaan Indonesia.



Baru beberapa hari Rakyat Indonesia telah menikmati alam merdeka, penjajah dari Barat akhirnya datang lagi. Pihak Belanda yang kali ini beralih rupa dengan bernama NICA (Netherland Indies Civil Administration) telah memboncengi pasukan sekutu selaku dari pemenang perang Asia Timur Raya.



Pada tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dan NICA mendarat di wilayah Sabang, Aceh. Selanjutnya mereka tiba di Jakarta pada tanggal 15 September 1945 (Akhmad Iqbal, Perang-perang Paling Berpengaruh di Dunia, 2010:139). Selain membantu pihak Sekutu untuk dapat melucuti tentara pihak Jepang yang masih tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah kerajaan Belanda membawa kepentingan yang lain.

Van Mook bertugas untuk menjalankan pidato dari Ratu Wilhelmina mengenai staatkundige concept atau konsepsi kenegaraan di Indonesia. PIdato pada tanggal 6 Desember 1942 lewat siaran radio itu menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara pihak kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan dari Kerajaan Belanda (Efendi dan Doloksaribu, Revolusi KEmerdekaan Indonesia 1945 – 1950, 2005:298).

Akan tetapi, van Mook mesti gigit jari karena tanggapan dari rakyat Indonesia tak seperti yang dibayangkannya. Indonesia sekarang telah menjadi negara yang berdaulat, memiliki tatanan pemerintah yang berfungsi nyata dan didukung oleh puluhan juta rakyat yang sudah siap untuk mengorbankan jiwa dan raga untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bahwa terdapat orang-orang Indonesia yang menginginkan kembali kekuasaan Belanda itu juga benar. Akan tetapi kenyataan yang paling gamblang bahwa rakyat yang dulunya merupakan dari kawula Hindia Belanda juga telah menginginkan kemerdekaan, sungguh tak dapat disangkali oleh van Mook betapapun dia mencoba untuk menutupi-nutupinya.

Walaupun sempat digelar suatu perundingan, akan tetapi van Mook tetap tak rela kehilangan wilayah jajahannya yang dulu telah menghidupi Belanda selama beratus-ratus tahun lamanya. Dia pun mempersiapkan serengan serentak untuk dapat menduduki wilayah yang vital tersebut.

Isi Perjanjian Linggarjati

Kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, dan itulah yang sudah dinyatakan melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Berdasarkan dari proklamasi kemerdekaan tersebut maka Indonesia telah menjadi negara berdaulat dan berhak untuk mempertahankan kedaulatannya atas seluruh wilayah bekas wilayah Hindia Belanda (G.J. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, 1960:87)

Disisi lain, pihak Belanda juga masih berhak mendapatkan bekas wilayah jajahannya yang dulu, secara de jure atau berdasarkan aturan hukum yang sudah berlaku. Dilihat dari sudut pandang hukum internasional, pendudukan suatu negara dalam perang memang tidaklah mengubah keududukan hukum wilayah yang sebelumnya diduduki (T. Suherly, Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, 1971:8).

Atas dasar itulah dengan menyerahnya pihak Jepang, pihak Belanda merasa berhak untuk menguasai kembali lagi wilayah bekas jajahannya walaupun Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya. Apalagi pihak Belanda telah bersepakat dengan sekutu, dalam hal ini yaitu Inggris melalui Civil Affairs Agreement yang sudah digelar di Chequers, dekat London, pada tanggal 24 Agustus 1945 atau sepekan sesudah proklamasi kemerdekaan RI.

Pada kesepakatan tesebut, pihak Inggris yang akan mengurusi tawanan perang dan melucuti tentara pihak Jepang dan memperbolehkan Belanda atau NICA ikut serta dalam menduduki wilayah Indonesia, terutama pada bagian barat (S.A Djamhari, Sejarah Nasional Indonesia Edisi Pemutakhiran: Zaman Jepang dan Zaman Republik, 2011:27). Pihak Inggris berjanji akan menyerahkan wilayah Indonesia kepada pihak Belanda pada tanggal 30 November 1945.

Sementara itu untuk wilayah Indonesia bagian Timur, Belanda akan masuk bersama dengan pasukan Australia yang merupakan bagian dari sekutu setia inggris dan selanjutnya menerima kekuasaan atas kawasan tersebut. KEhendak itu tentu saja bertentangan dengan kedaulatan yang sudah dicapai oleh rakyat Indonesia dan berujung terjadinya aksi militer belanda (F. Sugeng Istanto, Death and Ritual ini Renaissance Florence, 1992:141).

Agresi Militer I: Belanda Ingkari Isi Perundingan Linggarjati (Foto: Artikelsiana.com)
Agresi Militer I: Belanda Ingkari Isi Perundingan Linggarjati (Foto: Artikelsiana.com)

Belanda Khianati Perjanjian Linggarjati

Perjanjian resmi pertama yang sudah dilakukan pihak Belanda bersama Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia yaitu perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung menjadi wakil belanda, sedangkan dari Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo dan A.K. GAni. dan Inggris menjadi pihak penengah yang diwakili oleh Lord Killearnb.

Pada perundingan tersebut telah menghasilkan beberapa kesepakatan yakni : 1) Belanda mengakui Jawa dan Madura menjadi wilayah RI secara defacto; 2) Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat paada tanggal 1 Januari 1949; 3) Belanda dan Indonesia bersepakat untuk membentuk negara RIS (Republik Indonesia Serikat); 4) RIS menjadi negara persemakmuran di bawah dari naungan Negeri Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda (Ide Anak (Ide Anak Agung Gde Agung, Persetujuan Linggarjati, 1995:164).

Isi kesepakatan ini tentu saja telah merugikan negara Indonesia karena pada akhirnya nanti tetap saja menjadi bagian dari bawahan Belanda dan sempat terjadi pro kontra, akan tetapi para petinggi pemerintahan RI saat itu terpaksa karena bagaimanapun juga, jalan damai merupakan pilihan yang utama, serta belum cukup kuatnya angkatan perang yang dimiliki oleh indonesia.

Keputusan yang diambil pihak Indonesia ini sama halnya keputusan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw saat melakukan perjanjian HUdaibiyah, dimana Nabi Muhammad Saw sengaja untuk mengalah demi mendapatkan pengakuan dari Suku Quraisy bahwa Madinah adalah negara yang berdaulat. (Baca juga: isi perjanjian hudaibiyah).

Akant tetapi, pelaksanaannya di lapangan itu tak sepenuhnya berjalan baik. BEberapa kali pihak Belanda berulah dan memicu terjadinya bentrokan di beberapa daerah. Sampai pada akhirnya, tanggal 15 Juli 1947, Van Mook mengeluarkan ultimatum supaya Republik Indonesia menarik mundur pasukannya sejauh 10 kilometer dari garis demarkasi yang sudah disepakati (Abdul Haris Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, 1991:439).

Kehendak Belanda tersebut tentu saja ditolak oleh pemerintah RI. Van Mook akhirnya semakin murka dan pada tanggal 20 Juli 1947 dia menyatakan lewat siaran radio bahwa pihak Belanda tak terkait lagi dari hasil perundingan linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, terjadi agresi militer belanda I.

Indonesia ingin mendapatkan pengakuan berdaulat

Pemerintah Republik Indonesia melaporkan agresi itu kepada pihak PBB bahwa pihak Belanda sudah melanggar perundingan linggarjati. Pihak PBB Langsung memberikan respon dengan mengeluarkan resolusi pada tanggal 1 Agustus 1947 yang berisi menyerukan supaya konflik bersenjata segera dihentikan.

PBB bahkan mengakui keberdaan RI dengan menyebut nama Indonesia, bukan Netherlands Indies atau Hindia Belanda pada setiap keputusan resminya.

Desakan dari PBB dan dunia Internasional telah membuat nyali Belanda menjadi ciut. Pada tanggal 15 Agustus 1947, pemerintah kerajaan Belanda menyatakan akan menerima resolusi DK-PBB untuk segera menghentikan agresi militernya (Nyoman Dekker, Sejarah Revolusi Indonesia, 1989:75).

Gencatan sejati memang pada akhirnya tercipta, akan tetapi hanya bersifat sementara. Pihak belanda kembali lagi mengingkari janji pada perjanjian yang sudah disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada tanggal 19 Desember 1948. Inilah yang disebut dengan Agresi Militer Belanda II.

Setelah melalui berbagai macam polemik yang berpuncak pada serangan umum 1 Maret 1949 dan semakin membuka mata dunia bahwa pihak Indonesia masih ada dan sanggup untuk berdiri sendiri sebagai negara Merdeka, Kerajaan Belanda pada akhirnya mengakui kedaulatan RI secara penuh pada tanggal 27 Desember 1949.

Demikianlah informasi mengenai sejarah perjanjian linggarjati dan berkhianatnya Belanda pada perjanjian tersebut. Semoga saja informasi ini dapat memberikan manfaat kepada anda yang sedang membutuhkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *